Selasa, 27 Juli 2010

Wisata Kalimantan Selatan Part 2






Pembagian Wilayah Wisata di Kalimantan Selatan

Kota Banjarmasin
Propinsi Kalimantan Selatan Ibukotanya Kota Banjarmasin dan wilayah ini
banyak dilalui sungai besar dan sungai kecil (kanal). Banyak sekali kegiatan
masyarakat yang dilakukan di sungai termasuk kegiatan perdagangan yang
dikenal dengan pasar terapung. Penduduk kota Banjarmasin masih banyak
yang tinggal di atas air. Rumah-rumah penduduk dibangun diatas tiang atau
diatas rakit dipinggir sungai.
Budaya sungai terus berkembang, memberikan corak budaya tersendiri dan
menarik. Salah satu kegiatan wisata paling menarik di kota Banjarmasin adalah
berjalan-jalan menyusuri sungai dan kanal. Daerah pinggiran kota
pemandangan alam sungainya masih asli dan wisatawan dapat menyusuri
sepanjang sungai Martapura dan sungai Barito dengan menggunakan perahu
Klotok dan Speedboat. Pusat Kota Banjarmasin terletak di sepanjang jalan
Pasar Baru, sementara kawasan perkantoran khususnya Bank terdapat di jalan
Lambung Mangkurat. Sungai Barito berada di sebelah Baratnya dari pusat
kota. Sebagian besar kegiatan masyarakat di Banjarmasin terjadi sungai atau
disekitar sungai. Oleh karena itu sangatlah menarik menyaksikan kehidupan Kota dari
tengah sungai

Beberapa Tempat Wisata yang menarik untuk di kunjungi


1.Daerah Banjarmasin
Pasar Terapung
PASAR TERAPUNG ADALAH PASAR TRADISIONAL YANG SUDAH ADA SEJAK DULU DAN MERUPAKAN REFLEKSI BUDAYA SUNGAI ORANG BANJAR. PASAR YANG KHAS LAGI UNIK INI TEMPAT MELAKUKAN TRANSAKSI DI ATAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN PERAHU BESAR MAUPUN KECIL YANG BERDATANGAN DARI BERBAGAI PELOSOK. PASAR TERAPUNG HANYA BERLANGSUNG PADA PAGI HARI SEKITAR JAM 05.00 HINGGA 09.00 SETIAP HARI. DAN DENGAN PERAHU KLOTOK DARI KOTA BANJARMASIN DAPAT DICAPAI SEKITAR 30 MENIT.
WISATAWAN HARUS DATANG PAGI-PAGI UNTUK DAPAT MELIHAT KESIBUKAN PASAR TERAPUNG INI. SALAH SATU PASAR TERAPUNG DI BANJARMASIN ADALAH PASAR KUIN YANG TERLETAK DI PERSIMPANGAN ANTARA SUNGAI KUIN DAN SUNGAI BARITO.
Pulau Kembang
Pulau kembang berdekatan dengan obyek wisata pasar terapung, jarak antar keduanya dapat ditempuh dalam waktu 25 menit, pulau kembang adalah suatu pulau yang terbentuk dari delta sungai dan terletak di muara sungai barito, di dalam kawasan pulau kembang terdapat habitat monyet yang sangat jinak, menurut legenda masyarakat banjar, monyet yang terdapat di pulau kembang adalah manusia yang dikutuk oleh para panglima kerajaan banjar, karena mereka berkhianat kepada kerajaan banjar karena memihak kepada penjajah yaitu belanda.
Kain Khas Sasirangan
SASIRANGAN ADALAH BATIK KHAS KALIMANTAN SELATAN YANG PADA JAMAN DAHULU DIGUNAKAN UNTUK MENGUSIR ROH JAHAT DAN HANYA DIPAKAI OLEH KALANGAN ORANG-ORANG TERDAHULU SEPERTI KETURUNAN RAJA DAN BANGSAWAN. PROSES PEMBUATAN MASIH DIKERJAKAN SECARA TRADISIONAL. LOKASI PENJUALANNYA DI KECAMATAN BANJAR TIMUR, 20 MENIT DARI PUSAT KOTA BANJARMASIN.

2.Daerah Banjarbaru
Museum Lambung Mangkurat terletak di Kota Banjarbaru sekitar 35 km dari Kota Banjarmasin, menyimpan berbagai peninggalan sejarah dan budaya serta gambaran dari pada wajah Kalimantan Selatan dalam berbagai aspek kehidupan alam dan potensial alamnya
Kota yang terletak di sebelah Tenggara Kota banjarmasin ini memiliki sebuah Museum yang berisi benda-benda peninggalanSuku Banjar dan Dayak. Patung-patung yang berasal dari Candi Hindu yang ada di Kalimantan juga terdapat di Museum Lambung Mangkurat ini. Juga terdapat meriam, pedang dan benda-benda lain sisa-sisa perang melawan Belanda. Koleksi Museum Lambung Mangkurat lainnya adalah peralatan Sunat Tradisional Banjar seperti Pisau dan Daun yang digunakan sebagai anti biotic
Kawasan Pendulangan Intan Tradisional berada di Kecamatan Cempaka. Bagi penduduk Desa Cempaka, mendulang intan merupakan mata pencaharian turun temurun. Para pendulang biasanya berkelompok-kelompok mengali lobang pada kedalam sekitar 10-12 meter dengan menggunakan perkakas tradisional dan metode lama. Mereka bekerja keras mengadu nasib. Bahan galian tersebut selanjutnya dicuci untuk mencari sebutir Intan, terkadang pendulang menemukan pula Batu Akik dan Pasir Emas

3.Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Kandangan merupakan kota transit bagi kendaraan Kota Banjarmasin yang akan menuju ke Kota Nagara atau sebaliknya, dan merupakan ibukota kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kota kecil ini memiliki terminal yang cukup sibuk dan sebuah bangunan pasar tua dengan bentuk arsitektur yang mengesankan peninggalan era kolonial. Jika anda singgah di kota ini, cobalah makanan khas Kabupaten Kandangan yang lezat yaitu Ketupat yang dimakan dengan Gulai Ikan Haruan
Berbagai obyek wisata alam terdapat di HSS, seperti :
1. Gunung Kentawan
lebih dikenal sebagai lambang sari kawasan Loksado karena letaknya strategis dan dapat dilihat dari berbagai penjuru. Gunung ini adalah kawasan hutaqn lindung berupa gunung batu yang ditumbuhi pepohonan disekelilingnya, letak kawasan ini sekitar 28 Km dari kota Kandangan, dan untuk mencapainya hanya jalan kaki lewat Desa Lumpangi, muara Hanip atau Datar Belimbing (Hulu Banyu). Dengan memiliki luas sekitar 245 ha, didalamnya terdapat aneka jenis flora termasuk anggrek Hutan dan fauna yang dilindungi seperti Bekantan, Owa-Owa, Raja Udang (Halcyon SP)dll.
2. AIR PANAS TANUHI
MERUPAKAN OBYEK WISATA YANG SANGAT INDAH DAN MENARIK UNTUK DIKUNJUNGI, DISAMPING PEMANDANGAN YANG INDAH JUGA TERSEDIA BEBERAPA FASILITAS SEPERTI : COTTAG TYPE A DAN B, GAZEBO, AULA UNTUK PERTEMUAAN, KOLAM RENANG, KOLAM BERENDAM, KOLAM AIR PANAS DARI PANAS ALAM, CAFETARIA, LAPANGAN TENIS DAN TEMPAT BERMAIN ANAK. AKSES JALAN MENUJU TEMPAT LOKASI SANGAT MUDAH DARI IBUKOTA PROPINSI BANJARMASIN 168 KM BISA DITEMPUH DENGAN RODA 4 SELAMA 4 JAM.
3. Balai Adat Malaris
adalah yang paling besar diantara bali yang lain dikawasan Loksado, berbeda dengan balia adat lainnya, balai ini masih dihuni dimana ada 40 keluarga besar. Berjarak 2,5 km dari Loksado. Tidak jauh dari Balai Malaris terdapat sebuah bendungan pembangkit tenaga listrik dan sebuah riam untuk bemandi ria, yaitu Riam Berajang dan Riam Anai.
4. Loksado
Kawasan Loksado memiliki hutan primer banyak ditumbuhi pepohonan dan kayu-kayuan yang beraneka ragam. Jenis pohon yang tumbuh diwilayah ini adalah seperti: Meranti, Sungkai, Ulin, Karet, Kayu Manis, dan jenis pohon buah-buahan serta aneka jenis bunga Anggrek. Didalam hutan juga hidup berbagai satwa, seperti: Kijang, Kancil, Macam, Beruang, aneka jenis kera termasuk Bekantan, Satwa Melata dan jenis burung, seperti: Raja Udang, Enggang, Ayam, Hutan dll. Begitu pula dengan Kupu-Kupu dengan aneka warna yang menawan.
5. Arung Jeram dan Air terjun Haratai
dengan rakit bambu di sungai Amandit adalah puncak dari kegiatan perjalanan setelah beberapa hari. Kegiatan inilah yang paling banyak disukai oleh banyak wisatawan dan yang palinng mengesankan. Ada beberapa lokasi yang bagus untuk memulai perjalanan dengan tingkat kesulitan dan waktu tempuh yang bervariasi tergantung dari keinginan wisatawan itu sendiri.
terletak di desa lebih kurang 15 menit perjalanan dari Balai Haratai, dapat ditempuh dengan memasuki hutan bambu dan perkebuna karet atau kayu manis. Air terjun tersebut bertingkat tiga dengan ketinggian masing-masing 13 meter. Pengunjung dapat bermandi ria pada telaga, tetapi dibagian bawah air terjunnya, atau hanya duduk-dudk diatas bebatuan besar. Tersedia juga tempat ganti pakaian dan shelter untuk

4.Daerah Kabupaten Banjar
Ibukota kabupaten banjar adalah Martapura, Di jantung Kota Martapura banyak ditemukan rumah-rumah tempat penggosokan intan baik secara tradisional maupun modern yang terkenal adalah penggosokan Intan Tradisional Kayu Tangi Martapura dan Cahaya Bumi Selamat.Di sini intan dan batu-batuan di bawa dan di gosok secara tradisional dengan berbagai macam bentuk.
Selain terdapat penggosokan Batu Aji, tidak kalah menariknya adalah kerajinan Manik-manik atau hiasan Arguci yang dikerjakan secara unik dan berkelompok-kelompok oleh para pengrajin di Desa Melayu, Kecamatan Martapura. Pemasarannya sampai ke Negara Malaysia dan Brunai Darussalam

Tulisan ini berakhir sampai di sini, untuk info lanjut silahkan hubungi kami

Wisata Kalimantan Selatan Part 1




SEKILAS TENTANG KALIMANTAN SELATAN
Masyarakat banjar pada umumnya tinggal di daerah pinggiran sungai, sehingga kehidupan serta aktivitas mereka tidak pernah lepas dari sungai, ibukota dari Kalimantan Selatan sendiri adalah Banjarmasin. Kota Banjarmasin terletak pada 3°,15 sampai 3°,22 Lintang Selatan dan 114°,32 Bujur Timur, ketinggian tanah berada pada 0,16 m di bawah permukaan laut dan hampir seluruh wilayah digenangi air pada saat pasang.
Kota Banjarmasin dibelah oleh sungai Martapura dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut Jawa, sehingga berpengaruh kepada drainase kota dan memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai salah satu prasarana transportasi air, pariwisata, perikanan dan perdagangan.

Asal usul kota Banjarmasin

Banjarmasih adalah nama kampung yang dihuni suku Melayu. Kampung ini terletak di bagian utara muara sungai Kuin, yaitu kawasan Kelurahan Kuin Utara dan Alalak Selatan saat ini. Kampung Banjarmasih terbentuk oleh lima aliran sungai kecil yaitu sungai Sipandai, sungai Sigaling, sungai Keramat, sungai Jagabaya dan sungai Pangeran yang semuanya bertemu membentuk sebuah danau. Kata banjar berasal dari bahasa Melayu yang berarti kampung, atau juga berarti berderet-deret sebagai letak perumahan kampung berderet sepanjang tepian sungai. Banjarmasih berarti kampung orang-orang Melayu, sebutan dari orang Ngaju (suku Barangas) yang menghuni kampung-kampung sekitarnya. Penduduk Banjar Masih dikenal sebagai Olohmasih artinya orang Melayu sebutan oleh Oloh Ngaju (oloh = orang, ngaju = hulu) tersebut. Pemimpin masyarakat Oloh Masih disebut Patih Masih, yang nama sebenarnya tidak diketahui. Kampung Banjar Masih ini memiliki pelabuhan perdagangan yaitu Bandar Masih yang artinya bandar orang Melayu, yang berada di muara sungai Kuin, yang sekarang menjadi kawasan Pasar Terapung Muara Kuin.

Tulisan Ini akan bersambung....untuk informasi dan pemesanan paket wisata hubungi kami di 081351070207

Minggu, 25 Juli 2010

All About Dayak Explore Wisata Kalimantan.3gp

Menjelajah wisata kalimantan selatan

Loksado dan Masyarakat Adatnya





Loksado dan Masyarakat Adatnya

Sebagai kawasan yang cukup luas Pegunungan Meratus dihuni oleh beberapa komunitas adat yang sering disebut Masyarakat Adat Dayak Meratus. Dayak Meratus telah mendiami kawasan Pegunungan Meratus ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu (Tjilik Riwut dalam NH. Raddam, 1987) yang memukimi sepanjang sungai-sungai pegunungan. Umumnya mereka berdiam dalam kelompok-kelompok kecil yang disebut “balai” . Di Pegunungan Meratus tidak diketahui jumlah pasti dari balai-balai yang ada. Harian Kompas mengambil angka 300 untuk jumlah minimal balai, ada pula yang menyebutkan tidak kurang dari 700 buah.

Salah satu balai yang terdapat di Pegunungan Meratus adalah Balai Malaris. Balai Malaris merupakan salah satu balai yang secara administratif pemerintahan termasuk kedalam Desa Loklahung Kecamatan Loksado Kabupaten HSS. 100 % penduduknya beragama Kaharingan dan seluruhnya merupakan penduduk asli desa tersebut. Jumlah penduduk di kampung ini adalah 163 jiwa atau 24 tandun .

Nama kampung atau balai Malaris ini diambil dari nama seorang leluhur (datu) mereka yakni Dung Malaris (seorang perempuan) yang hidup pada zaman kerajaan Banjar, pada saat itu beliau merupakan salah seorang penegak (petinggi) dari kerajaan. Dung Malaris menurut sejarah yang berkembang dimasyarakat diketahui beliau tidak mempunyai suami, namun mempunyai saudara (kakak) bernama Nini Mangkuraksa. Beliau berpesan apabila suatu saat nanti mati maka beliau meminta dikuburkan ditengah-tengah kampung ini (Pohon besar di Muara sungai Wani-Wani) dan sekarang tempat tersebut dikeramatkan oleh masyarakat Malaris. Setelah Dung Malaris wafat, maka posisi beliau digantikan oleh Nini Datu Marhaban. Kemudian dilanjutkan lagi oleh Nini Maniranjung sampai akhirnya kepemimpinan wilayah diserahkan kepada Nini Ma’andun. Pada saat kepemimpinan Nini Ma’andun ini, terjadilah perubahan struktur pemerintahan yang cukup besar baik ditingkat masyarakat adat Dayak sampai ditingkat kerajaan Banjar, yang disebabkan karena adanya invasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda telah sampai ke tanah Borneo dan menaklukan beberapa kerajaan dan salah satunya adalah kerajaan Banjar.

Tidak berbeda dengan masyarakat Dayak lainnya yang hidup di bantaran pegunungan Meratus, mata pencaharian utama masyarakat Malaris adalah bercocok tanam padi (Bahuma). Selain itu, juga ditanam tanaman perkebunan dibekas peladangan mereka, tanaman perkebunan tersebut antara lain kayu manis, karet (gatah) dan keminting/kemiri yang keseluruhan hasilnya dapat mereka jadikan sebagai sumber pendapatan utama dalam bentuk uang tunai.

Sumber pendapatan masyarakat Malaris lainnya adalah memanfaatkan hasil hutan non kayu (Non Timber Forest Product) seperti walatung/manau, rotan/paikat, damar, madu dan lain-lain. Untuk memanfaatkan waktu luang di malam hari, biasanya kaum wanita atau ibu-ibu serta kaum pria yang sudah lanjut usia mengisinya dengan membuat berbagai macam anyaman atau kerajinan dari bambu, bentuk kerajinan ini berupa tikar, lanjung, bakul, butah, tengkiring dan lain-lain. Hasilnya sebagian untuk keperluan sendiri dan sebagian lagi akan dijual apabila ada turis atau pengunjung dari luar yang datang ketempat mereka dan ingin membeli kerajinan tersebut.

Dalam kehidupan masyarakat dayak Malaris juga terdapat suatu pemerintahan berupa lembaga / institusi adat, yang mana berfungsi untuk mengatur hubungan – hubungan sosial kemasyarakatan baik intern maupun dengan wilayah lain. Institusi adat ini pada dasarnya sudah ada jauh sebelum terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia. Adapun struktur pemerintahannya pada waktu itu secara hiraskis adalah Pamangku, Patinggi, Damang, Pangiwa dan Panganan, Penghulu Adat, dan Masyarakat.

Namun dalam perkembangan selanjutnya setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, keberadaan kelembagaan adat tersebut sedikit demi sedikit mulai dihilangkan. Sampai akhirnya dalam struktur kelembagaan adat tersebut yang tersisa hanyalah Damang, Wakil Damang, Penghulu Balai, Kepala Padang dan Masyarakat. Damang beserta pemangkunya dengan susunan seperti di atas ada sejak sekitar tahun 1970-an. Adapun jumlah balai hingga saat ini sebanyak 46 balai yang tersebar dikawasan Pegunungan Meratus wilayah administrasi Kab. HSS dan Tapin.